Menurut Eri, larangan ini sejatinya sudah berjalan sejak 2015 sebagai upaya menciptakan keadilan bagi seluruh siswa. Ia menyoroti bahwa tidak semua orang tua mampu membiayai kegiatan seremonial semacam ini, dan hal itu bisa memunculkan kesenjangan sosial di kalangan pelajar.
“Kita ingin membangun empati. Tidak semua anak punya kemampuan ekonomi untuk ikut wisuda atau pergi wisata. Ini bukan tentang melarang kebahagiaan, tapi soal kepekaan,” jelasnya.
Sebagai alternatif, Wali Kota Eri menyarankan agar momen kelulusan dirayakan dengan kegiatan sederhana namun bermakna, seperti doa bersama dan saling berpamitan kepada guru-guru.
Ia juga menegaskan bahwa meskipun kegiatan tidak diwajibkan oleh sekolah, tetap saja keberadaannya dapat menimbulkan tekanan sosial. Anak-anak yang tidak mampu bisa merasa dikucilkan atau bahkan menjadi korban perundungan.
“Kalau ada yang mampu boleh bayar dan yang tidak mampu tidak, itu tetap memunculkan paksaan terselubung. Ini bisa merusak mental anak-anak. Kita harus menghindari hal-hal seperti itu,” tegasnya.
Surabaya – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan kebijakan pelarangan kegiatan wisuda dan wisata akhir tahun bagi sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Kota Pahlawan. Kebijakan ini diberlakukan khususnya jika kegiatan tersebut melibatkan pungutan biaya dari siswa atau wali murid. “Saya sudah tegaskan, di sekolah negeri tidak boleh ada lagi kegiatan wisuda, apalagi jika memungut biaya dari siswa. Saya sebut ini ‘diharamkan’,” ujar Eri pada Rabu (14/5/2025).