Komut PT Pertagas Niaga, Bambang Saputra Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum UNPAD, Angkat Tema Tentang UU yang Ideal

Berikut informasi tentang Komut PT Pertagas Niaga Bambang Saputra raih gelar doktor ilmu hukum Unpad. Angkat tema tentang peembentukan UU

by Windy Anggraina

BERITASUKOHARJO.com - Komisaris Utama PT. Pertagas Niaga, Bambang Saputra meraih gelar Doktor Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Gelar Doktor dengan yudisium Cumlaude tersebut diperoleh Bambang pada Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar di Gedung Komar Kantaatmadja Bandung, Senin, 12 Februari 2024.

Bambang sapaan akrabnya, berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Penerapan Prinsip-Prinsip Musyawarah Dalam Pembentukan Undang-Undang di Indonesia Presfektif Politik Perundang-Undangan”.

Bambang menyatakan, musyawarah merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang sejak lama dilakukan oleh para pemimpin untuk mengambil keputusan yang seadil-adilnya bagi masyarakat. Secara etimologi kata musyawarah (syura) memiliki arti mengeluarkan madu dari sarang lebah.

Oleh karenanya keputusan yang dihasilkan melalui musyawarah adalah keputusan terbaik yang di dalamnya terbebas dari berbagai kepentingan tertentu sebagaimana lebah menghasilkan madu, sebab dilaksanakan melalui perwakilan yang representatif dan bukan partisipatif formalitas.

Baca Juga: Sudah Hilang dari Menu Pencarian di YouTube, Tonton Film Dirty Vote Langsung di Link Ini Sebelum Dihapus!

Mengingat demikian pentingnya musyawarah, maka konsep musyawarah di dalam politik hukum Islam secara operasional mengatur prinsip yang harus dijalankan seperti: Prinsip Ketuhanan (al-Tauhid), Prinsip Persamaan (al-Musawah), Prinsip Kebebasan (al-Hurriyyah),  Prinsip Keadilan (al-Adl), dan Prinsip Otokritik (al-Mu‘aradhah).

Kelima prinsip ini harus berkait berkelindan dalam pelaksanaan musyawarah tanpa memisahkan salah satunya. Kemudian prinsip ini juga yang harus menjadi landasan dan standar bagi pelaksanaan musyawarah dalam menyelesaikan segala persoalan bangsa dan negara, termasuk persoalan pembentukan perundang-undangan.

Dalam disertasinya, Bambang menyoroti bahwa terjadi pengabaian aspirasi terhadap proses pembentukan undang-undang yang baik, ditambah dengan pelaksanaan musyawarah yang hanya sebatas mekanisme formalitas semata.

Hal tersebut menurutnya terjadi karena, ketidakseimbangan sistem checks and balances dalam proses pembentukan undang-undang antara DPR, Presiden dan partisipasi masyarakat.

Begitu pula aturan pembentukan undang-undang yang tidak tegas dan detail yang mengatur mekanisme musyawarah pembentukan undang-undang sehingga para pembentuk undang-undang kurang memiliki tanggung jawab moral untuk menghasilkan undang-undang yang lebih representatif dan aspiratif.

Kemudian juga tidak ada aturan yang jelas dan tegas yang mengatur adanya ruang pengawasan bagi masyarakat untuk melihat rekam jejak pelaksanaan musyawarah pembentukan undang-undang. Inilah yang menurut Bambang menjadi penyebab tidak idealnya produk undang-undang yang dilahirkan di Indonesia sekarang ini.

Maka untuk menghasilkan undang-undang yang representatif dan aspiratif serta ideal dan adil, dalam disertasinya menyatakan, Perlu aturan tegas dan detail yang mengatur pelaksanaan musyawarah pembentukan perundang-undangan untuk menghasilkan produk undang-undang yang substansinya aspiratif dan memenuhi syarat formal-prosedural.

Baca Juga: Diet Sehat Tanpa Kehilangan Rasa Enak: Rahasia Mengubah Bahan Masakan untuk Hidangan yang Lezat!

Selanjutnya dengan adanya penerapan prinsip-prinsip musyawarah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan akan menghasilkan sebuah konsep pembentukan peraturan perundang-undang dengan istilah Risalah al-Ahkam (رسالة الأحكام).

Risalah penjelasan tentang musyawarah pembentukan undang-undang yang meliputi risalah Ilmiyyah (رسالة علمية) yaitu risalah penjelasan yang berkaitan dengan penyusunan Naskah Akademik.

Risalah Hukmiyyah (رسالة حكمية) yaitu risalah penjelasan (Memore van Toelichting) yang berkaitan dengan proses musyawarah pembentukan undang-undang.

Risalah Qanuniyyah (رسالة قانونية) yaitu risalah undang-undang atau naskah undang-undang itu sendiri.

Terkait hal ini bambang mengatakan bahwa “salah satu substansi Risalah al-Ahkam yaitu Risalah Hukmiyyah atau risalah penjelasan yang berkaitan dengan proses musyawarah pembentukan undang-undang dapat dijadikan sebagai legal dokumen dan dimasukkan dalam Tambahan Lembaran Negara, sehingga rekam jejak para pembentuk undang-undang ketika melakukan pembentukanan undang-undang dapat dilihat tanggung jawab moralnya, baik atau buruknya," jelasnya.

Sementara itu, Penguji Disertasi Bambang Saputra, Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL mengungkapkan, hal utama yang selalu diingatkan pada sarjana adalah ungkapan dari Bung Hatta.

Bung Hatta selalu mengungkapkan bahwa seorang sarjana sekaligus seorang intelektual. Ciri intelektual adalah karakter, berilmu yang memiliki karakter.

"Karakter seperti apa yang dimaksud? karakter yang bertanggung jawab. Tanggung jawab pad akepentingan ornag banyak. Untuk peristiwa hari ini adalah tema disertasi yang khas. Meksipun hal yang diajukan dalam disertasi masih banyak sebagai cita-cita tapi itu tidak apa-apa," terang Bagir.***

Author : Windy Anggraina

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Excepturi doloribus unde molestias laborum delectus adipisci, eos repellat in debitis cum impedit numquam, architecto, facilis.