BERITASUKOHARJO.com - Harga pangan kian melonjak di seluruh dunia, PBB memperingatkan bahwa perang di Ukraina berisiko memperburuk harga dan menyebabkan krisis pangan global.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) telah melakukan pengukuran harga bahan pangan yang paling banyak diperdagangkan secara global dengan Indeks harga pangan FAO, hasilnya menurun di bulan Mei.
Walaupun harga mengalami penurunan, akan tetapi harga bulan Mei ini tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebab meningkat sebesar 22,8 persen.
Baca Juga: Kunjungi Wakatobi, Presiden Jokowi dan Iriana Joko Widodo Lepas Tukik Penyu
Harga yang lebih tinggi ini diduga karena invasi Rusia atas Ukraina, yang dijuluki “The bread basket of the world” karena merupakan salah satu negara penghasil produk agrikultur terbanyak di dunia.
Dikutip BeritaSukoharjo.com dari Aljazeera, Luca Russo, pemimpin analis FAO untuk krisis pangan mengatakan bahwa risiko krisis pangan yang parah terutama dirasakan di negara berkembang.
Menurutnya, krisis pangan bukanlah permasalahan yang baru dan ada banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya krisis pangan. Namun, dalam enam tahun terakhir jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan meningkat drastis.
Perang di Ukraina saaat ini adalah penyebab terbaru yang memperparah kerawanan pangan di seluruh dunia.
Baca Juga: Eril Ditemukan, Ridwan Kamil Unggah Reels Instagram: Kami Tenang Sekarang
“Pertama-tama, ini bukan krisis baru. Jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan yang parah telah meningkat secara dramatis dalam enam tahun terakhir. Perang Ukraina adalah elemen terbaru dalam situasi yang sangat kompleks," ucap Luca Rosso
"PBB telah melihat banyak kemajuan dalam mengurangi jumlah orang yang menghadapi kelaparan dalam 20 tahun terakhir. Tetapi ada tren yang berbalik di sekitar 20, 30 negara dalam beberapa tahun terakhir,” sambung Luca Russo.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan kerawanan pangan diantaranya adalah sistem pangan yang buruk, pemerintahan yang buruk, terdapatnya berbagai macam konflik dan perubahan iklim.
Dalam enam tahun terakhir jumlah orang yang membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup meningkat dua kali lipatnya, dan peristiwa yang terjadi di Ukraina mengkhawatirkan PBB.
Baca Juga: Awas! Ternyata Kebiasaan Sepele Seperti Ini Bisa Buat Rambut Jadi Rusak
Russo juga mengklarifikasi bahwa jumlah pangan yang tersedia bukan masalah utamanya, namun yang menjadi masalah adalah harga pangan yang terus meningkat.
“Kita perlu mengklarifikasi bahwa hari ini tidak ada kekurangan pangan global. Makanan tersedia. Untuk memberi Anda angka, setiap tahun, dunia menghasilkan sekitar 780 juta metrik ton gandum, dan kekurangan untuk tahun ini hanya tiga juta” ucapnya.
Dengan adanya perang di Ukraina, biaya energi semakin meningkat. Akibatnya, sebanyak 19 negara selama beberapa bulan terakhir melakukan pembatasan ekspor bahan pangan.
“Tidak ada kekurangan makanan tetapi harga meningkat. Salah satu alasannya adalah meningkatnya biaya energi. Sebagai akibat dari perang Ukraina, 19 negara pada bulan lalu memberlakukan tindakan pembatasan pada ekspor makanan. Semua ini berkontribusi pada kenaikan harga,” jelas Russo lebih lanjut.
Baca Juga: Jenazah Eril Ditemukan, Ridwan Kamil: Kami Tenang Sekarang
Kenaikan harga pangan akan sangat berdampak bagi negara berkembang seperti Afganistan, Yaman, Somalia, Sudan, dan Nigeria.
Jika perang Rusia atas Ukraina masih terus berlanjut, negara yang akan paling terdampak adalah yang bergantung pada impor pangan dari Rusia dan Ukraina dan negara yang makanan pokoknya gandum dan jagung.
“Kami bisa melihat kekurangan yang sangat serius. Jika perang berlanjut, 2023 bisa menjadi tahun yang sangat, sangat berbahaya,” ucap Russo saat ditanya mengenai apa yang akan terjadi jika perang di Ukraina berlanjut sampai tahun 2023.***
Perang Rusia atas Ukraina menyebabkan kenaikan biaya energi yang mempengaruhi kenaikan harga pangan di seluruh dunia.
by Inung R Sulistyo