SUKOHARJOUPDATE - Jauh di kaki gunung Lawu, ada sebuah lokasi wisata religi yang selama ini menjadi tujuan wisata spriritual masyarakat Jawa.
Tidak kurang dari Presiden pertama Soekarno, dilanjutkan Soeharto juga Susilo Bambang Yudhoyono diketahui pernah mengunjungi Pringgondani yang berada di Gunung Lawu.
Kawasan Pringgondani, selama ini dikenal sebagai lokasi yang wingit dan juga angker.
Baca Juga: Ingin Cepat Kaya, Dua Warga di Garut Meninggal Setelah Nekat Makan Daging Domba, Satu Kritis
Sebuah komplek pertapaan yang dipercaya sebagai salah satu petilasan Raja Majapahit yang terakhir, Prabu Brawijaya V. Masyarakat mempercayai jika Brawijaya V melarikan diri dari para musuhnya hingga ke puncak Lawu dan moksa (menghilang) di puncak Lawu.
Pringgondani terletak di kelurahan Blumbang, Tawangmangu. Terletak di ketinggian 1300 meter diatas permukaan laut, tepatnya terletak di Desa Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.
Pringgondani sendiri berasal dari kata "pring" (bambu), "nggon" (tempat), dan "dani" (memperbaiki). Jika diartikan secara menyeluruh memiliki arti tempat yang digunakan untuk memperbaiki diri.
Baca Juga: Lirik Lagu dan Chord Gitar Goodbye Air Supply: Disguised
Laku spiritual dalam masyarakat Jawa dianggap sesuatu hal yang lumrah. Pringgondani sejak dahulu kala dikenal sebagai lokasi berdoa bagi masyarakat Jawa. Berada di kawasan hutan milik Perhutani.
Lokasinya sunyi, memiliki udara segar, dengan pemandangan yang sangat indah. Ada beberapa lokasi komplek pertapaan di Pringgondani yang di sakralkan.
Menuju lokasi pertapaan Pringondani bukanlah hal yang mudah. Butuh ektra tenaga karena tidak ada kendaraan atau angkutan lain menuju lokasi pertapaan.
Baca Juga: Jelang Nataru Tambah Ketersediaan BBM Hingga 26 Persen di Kalimantan
Dari lokasi parkir pengunjung harus berjalan kaki selama lebih satu jam. Selain medannya merupakan tanjakan dan turunan yang lumayan terjal. Belum lagi suhu udara pegunungan yang bisa membuat tubuh menjadi menggigil saking dinginnya.
Sepanjang perjalanan di kanan kiri jalur pendakian banyak ditemui kebun sayuran seperti wortel, kol juga cabai. Selain itu hijaunya pohon pinus juga terhampar di depan mata.
Namun langkah kaki semakin terasa berat untuk melangkah, hingga akhirnya memutuskan sejenak untuk beristirahat di sebuah warung kopi sederhana di pertengahan perjalanan. Secangkir teh hangat, semangkuk mie rebus dan sebatang rokok lumayan mengisi perut yang kosong.
Baca Juga: Lirik dan Chord Gitar Oemar Bakri Iwan Fals: Banyak Ciptakan Menteri
Usai melemaskan otot kaki, dan mengisi perut dengan menu sederhana, perjalanan dilanjutkan kembali hingga akhirnya sampai di pintu masuk pertapaan Pringgondani.
Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi ini hampir dua jam berjalan kaki (karena banyak berhenti untuk mengatur nafas dan melemaskan otot kaki ).
Sesampainya di lokasi, ada sebuah sanggar untuk lokasi berdoa sebagai persembahyangan bagi penganut aliran kepercayaan.
Baca Juga: Begini Progres Terbaru Mega Proyek Pembangunan Masjid Agung Karanganyar
Sanggar pamujan sebagai pintu gerbang atau awal seseorang memasuki Pertapaan, karena didalam kepercayaan masyarakat Jawa seseorang yang akan bertamu harus 'kulonuwun' (permisi) saat memasuki pintu gerbang.
Konon jaman dahulu dilokasi tersebut ada tokoh spiritual yang sampai saat ini dikeramatkan masyarakat yakni Eyang Panembahan Kotjo Nagoro.
Bangunan petilasan seperti rumah joglo namun masyarakat menyebutnya sebagai sanggar ini berukuran 5 meter x 5 meter.
Baca Juga: Banjir Rendam 70 Rumah Warga Kota Sungai Penuh Jambi
Dipintu masuk ada empat arca di depan dan di dalam altar ada tulisan“Eyang Panembahan Kotjo Nagoro”. Altar inilah tempat orang menjalani ritual bertapa.
"Ada pantangan yang gak boleh dilakukan di sini. Selama berada di petilasan, tidak boleh ada yang cerita tentang sejarah Pringgondani dan siapa Eyang Kaca itu. Pamali," pesan Usman yang berbisik pada sukoharjoupdate.com (jaringan Pikiran-Rakyat Media Network) Selasa 21 Desember 2021.
Sosok pria paruh baya inilah yang menemani menuju Pringgondani. Sepanjang jalan dirinya banyak bercerita terkait pertapaan Pringondani.
Baca Juga: Lirik Lagu dan Chord Gitar Setitik Air Conny Dio:. Pelepas Dahaga
Usman adalah warga Ngawi, Jawa Timur. Dirinya mengaku rutin ke lokasi pertapaan.
Kadang sendiri atau juga mengantarkan seorang tamu yang ingin melakukan ritual. Biasanya waktu yang ramai untuk datang ke Pringgondani pada malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon.
"Selama Suran (bulan Suro) sini penuh pengunjung," ucap Usman.
Baca Juga: 3 Tahun Kabupaten Karanganyar Dipimpin Juliyatmono-Rober, Ini Masukan Sekretaris Dewan Syuro PKB
Mereka, lanjut Usman biasanya berendam di sendang Gedang, Sendang Temanten, sendang Kauripan yang lokasinya tidak jauh dari pertapaan Pringgondani.
Kondisi air sangat dingin. Namun bagi mereka yang memiliki niat tertentu, dinginnya air tidak menjadi halangan untuk melakukan ritual tersebut.
"Biasanya mereka yang datang kesini karena ada tujuan tertentu. Seperti kenaikan pangkat, jabatan lurah hingga calon wakil rakyat banyak yang datang ke Pringgondani," jelas Usman.
Baca Juga: Banjir Landa Kota Padangsidimpuan, Satu Rumah Hanyut
Terlihat dari jauh ada air terjun tersebut dengan 2 tingkat air terjun serta tinggi lebih dari 100 m, air terjun ini jauh lebih tinggi dan lebih spektakular dari pada Air Terjun Grojogan Sewu yang lebih dulu dikenal.
Para peziarah yang datang biasanya mandi di sendang sebagai puncak ritual mereka pada tengah malam.
Sendang itu sendiri berada di atas air terjun, dan tempat inilah yang biasa dikunjungi sedangkan air terjunnya hanya bisa dilihat dari kejauhan karena lokasinya yang sulit dijangkau.
Baca Juga: Tiga Pelajar SMK Tersangka Pengeroyokan di Balai Desa Pasuruhan Magelang Terancam 9 Tahun Penjara
Menurut Usman, tak sembarang orang kuat lelaku di tempat ini, hanya mereka yang berhati bersih dan tulus yang kuat bertapa di Pringgondani.
Banyak pelaku ritual yang mencoba ilmu atau sekedar coba coba saja akhirnya kesurupan setelah mereka menjalani laku di Pringgondani.
"Namun banyak juga yang sukses dan berhasil, naik jabatan, jadi pejabat, pedagang sukses juga banyak," papar Usman.
Baca Juga: Total Korban Meninggal Erupsi Gunung Semeru Capai 48 Jiwa, Puluhan Alat Berat Didatangkan
Ada beberapa sendang yang menjadi tujuan lokasi ritual masyarakat seperti Sendang Gedang Selirang, lokasi ini merupakan sebuah sungai yang dibendung.
Sendang Panguripan, terletak di lereng sebelah barat Pertapaan Koconegoro. Sendang Panguripan berarti air dalam sendang ini mempunyai makna sebagai sumber kehidupan.
Kemudian ada juga Sendang Pengantin (pancuran tujuh). Cerita awalnya pancuran itu hanya ada dua saja, namun berjalan seiring waktu sudah ada tujuh pancuran.
Baca Juga: Polres Karanganyar Gerak Cepat Evakuasi Longsor Talud di Ngargoyoso Karanganyar
Manfaat air sendang pengantin untuk mandi, bersuci dan pengobatan alternatif. Juga sebagai lokasi semedi atau meditasi untuk suatu permohonan tertentu.
Ada juga Sendang Muria, yang letaknya di sebelah timur Sendang Pengantin. Sendang Muria berbentuk air terjun yang dibawahnya ada kolam penampungan.
Selanjutnya ada juga gua Pringgosari berada di lereng yang dekat dengan jurang, dimana di dalam gua ada sebuah patung yang bernama Kebo Danu.
Baca Juga: Bertemu Gerindra, PKS Nostalgia Kebersamaan Kala Hadapi Koalisi Besar di Pilkada
Ada juga Gua Pringgosepi yakni tempat bertapa untuk menyepi. Untuk masuk ke lokasi ini hanya satu orang saja, karena sempit dan di depannya merupakan sebuah jurang. Untuk masuk ke dalam gua juga harua menggunakan tali pengaman.
Kalangan spiritual Kejawen, Pringgondani dianggap sebagai salah satu pancer (pusat) lelaku atau belajar kesejatian hidup, serta menjadi tempat untuk perbaikan diri menuju hal yang lebih baik atas bantuan Yang Maha Hidup, Allah SWT. ***
Jauh di kaki gunung Lawu, ada sebuah lokasi wisata religi yang selama ini menjadi tujuan wisata spriritual masyarakat Jawa
by Bramantyo