SUKOHARJOUPDATE - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan inflasi masih berpotensi menguat secara bertahap seiring dengan perkembangan positif mobilitas masyarakat pascapelonggaran PPKM.
Natal dan Tahun Baru (Nataru) diperkirakan menjadi momen peningkatan konsumsi sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi.
Pemerintah, ungkap Febrio, memperkirakan inflasi tahun 2021 berada pada kisaran 1,9 persen (year on year/yoy).
Baca Juga: Menikmati Kuliner di Alam Terbuka Pantai Gading Purba Wonogiri
Prediksi tersebut melihat laju inflasi November sebesar 1,75 persen (yoy), meningkat dari angka Oktober 1,66 persen (yoy).
"Namun, potensi tekanan inflasi lebih tinggi diperkirakan akan relatif minimal seiring dengan kebijakan Pemerintah menghapus libur Nataru serta penerapan kebijakan pengetatan PPKM di seluruh wilayah Indonesia,”jelas Febrio seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, Sabtu 3 Desember 2021.
Ia mengatakan naiknya inflasi November terutama disumbang oleh inflasi inti dan harga yang diadministrasikan atau administered price seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat karena pandemi yang mulai terkendali.
Baca Juga: Dukung Sektor Pertanian, Alumnus UNS Ini Kini Sukses Bangun Bisnis Desa Organik
Hal ini terjadi di tengah inflasi komponen makanan bergejolak atau volatile food yang sedikit melambat.
Secara bulan ke (month to month/mtm), terjadi inflasi sebesar 0,37 persen pada November 2021, sehingga inflasi kumulatif Januari hingga November mencapai 1,30 persen.
Sementara, inflasi inti terus melanjutkan tren meningkat, mencapai kisaran 1,44 persen (yoy), naik dari angka Oktober sebesar 1,33 persen (yoy).
Baca Juga: Berdalih Untuk Modal Bisnis, Warga Sukoharjo Nekat Gadaikan Mobil Rental
Naiknya mobilitas masyarakat pascakebijakan pelonggaran PPKM secara bertahap berdampak pada peningkatan permintaan masyarakat secara umum.
Selain itu, tekanan harga di tingkat produsen diperkirakan mulai diteruskan pada harga konsumen meskipun masih terbatas.
Inflasi volatile food mengalami penurunan mencapai 3,05 persen (yoy), lebih rendah dari Oktober 3,16 persen (yoy).
Baca Juga: Investasi Bodong, Seorang Ibu Muda di Sukoharjo Raup Uang Ratusan Juta dari Menipu Korban
Meski demikian, jika dibandingkan secara bulan ke bulan (mtm), harga beberapa komoditas mengalami peningkatan karena peningkatan demand, masuknya musim penghujan, serta harga komoditas global.
"Pemerintah berkomitmen untuk menjaga akses pangan masyarakat miskin dan rentan dengan tetap melakukan penyaluran bantuan sosial pangan serta melakukan stabilisasi harga pangan pokok, terutama beras,"paparnya.
"Pemerintah pusat dan daerah juga terus memantau potensi kenaikan harga pangan di akhir tahun mengingat faktor masuknya musim penghujan dan momen perayaan Nataru,"imbuhnya.
Baca Juga: Tak Pernah Nikmati Gaji Walikota, Gibran Rakabung Blak-Blakan Kerap Nombok Uang Pribadi
Di sisi lain, inflasi administered price melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,69 persen (yoy), naik dari Oktober 1,47 persen (yoy).
Naiknya inflasi komponen ini didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring semakin meningkatnya mobilitas masyarakat antardaerah.
Selain itu, kenaikan juga dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga rokok kretek filter.
Baca Juga: Naik Combine Harvester, Mentan Syahrul Yasin Limpo Panen Padi IP 400 di Sukoharjo
Dalam masa pemulihan ekonomi, Pemerintah terus konsisten untuk mendukung terjaganya harga energi domestik untuk menjaga momentum pemulihan konsumsi dan daya beli masyarakat, serta menetapkan kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan mobilitas dengan menghapus cuti bersama akhir tahun dan meningkatkan kembali level PPKM di Nataru.***
Natal dan Tahun Baru (Nataru) diperkirakan menjadi momen peningkatan konsumsi sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi
by Dita Arnanta