Para Disabilitas dan ODGJ di Klaten, Bisa Lho Membuat Batik Ciprat

Namanya batik ciprat, cara membuatnya ya hanya dengan diciprat-ciprat begitu saja dengan cairan malam. Kalau

by Kinan Riyanto

 

 

SUKOHARJOUPDATE - Namanya batik ciprat, cara membuatnya ya hanya dengan diciprat-ciprat begitu saja dengan cairan malam. Kalau pengen motif banyak warna, nanti diberi warna dengan remasol, dan diciprat-ciprat lagi.

Begitulah gambaran batik ciprat yang dibuat di Shelter Workshop Peduli (SWP) Tombo Ati Desa Kemudo, Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, yang pesertanya para disabilitas dan ODGJ.

Menurut Kepala Desa Kemudo, Hermawan Kristanto, WPS Tombo Ati ini, awalnya tempat untuk memeriksa kesehatan para disabilitas dan ODGJ setiap 2 bulan sekali, bekerjasama dengan dokter spesialis kejiwaan dan Puskesmas Prambanan.

Baca Juga: Polda Jateng Bekuk Dua Pengedar Sabu Seberat 353 Gram Lebih di Jepara

"Jadi setiap 2 bulan sekali, mereka diperiksa perkembangan kesehatannya, diberi vitamin, dan lain-lain," kata Kades Hermawan.

Seiring berjalannya waktu, para disabilitas ini diikutkan dalam pelatihan membuat batik ciprat yang difasilitasi Balai Kartini di Temanggung, Jateng.

Sri Hastuti, pendamping WPS Tombo Ati menambahkan, proses pembuatan batik ciprat sangat mudah, tidak harus orang yang mempunyai skill membatik.

Baca Juga: Lereng Gunung Lawu Longsor, Satu Warga Ngargoyoso Karanganyar Tewas

"Jadi para peserta tidak perlu takut, motif batiknya akan rusak karena dia tidak mempunyai skill atau keahlian membatik. Batik ciprat ini para peserta bebas berekspresi sesuai kemauannya, hasilnya tidak ada yang salah," kata Sri Hastuti.

Dalam proses pembuatannya, diawali dengan selembar kain putih ukuran 210 cm X 115 cm yang dibentangkan. Selanjutnya, kain ini diciprati dengan malam yang sudah dicairkan. Cipratan malam disesuaikan dengan keinginan.

Diakui Sri Hastuti, awalnya para peserta hanya sekedar menciprat-ciprat saja. Namun lama-lama mereka tahu, harus dibentuk motif apa, biar menarik dan tidak monoton. Daya kreatifitas mereka lama-lama muncul dengan sendirinya.

Baca Juga: Sebelum Kecelakaan, Vanessa Angel Curhat ke Ibu Sambungnya: Kangen Mama Lusy

"Ada yang dibuat garis-garis berwarna-warni, ada yang dibuat dengan bulatan-bulatan seperti obat nyamuk, ada yang cipratannya berbentuk vertikal, horizontal, dan lain-lain," kata Sri Hastuti.

Satu potong batik ciprat ukuran 210 cm X 115 cm tersebut, dipatok dengan harga Rp120.000 untuk yang satu kali proses pewarnaan. Untuk yang dua kali pewarnaan, harganya Rp175.000 dan yang berkali-kali proses pewarnaan harganya bisa mencapai Rp250.000.

Dalam waktu 2 bulan, para peserta sudah bisa menghasilkan 200 potong dan sudah ada pembelinya.

Baca Juga: Terapung diatas Langit Jakarta, Lounge in The Sky Indonesia Restoran Tertinggi di Ketinggian 50 Meter

"Para peserta total ada 25 disabilitas dan ODGJ. Tidak hanya dari Desa Kemudo saja, namun 5 orang berasal dari Desa Brajan," tambah Ketua Tim Penggerak PKK Desa Kemudo, Reni Susanti.

Reni Susanti memebanarkan kalau dalam prose pembuatan batik ciprat tidak ada motif khusus.

Untuk pemasarannya sendiri, masih sebatas kalangan sendiri, dalam arti yang membeli anggota PKK setempat dan warga sekitar saja.

Baca Juga: Kasus Ratusan Buku Nikah Dicuri, Kemenag: Data Perforasi Dinyatakan Tidak Berlaku

Atau lebih jauh, menyasar kepada pihak-pihak yang melakukan kunjungan studi banding atau kunker ke Pemdes Kemudo.

Kegiatan membatik di WPS Tombo Ati ini berlangsung 2 kali dalam seminggu, yaitu hari Selasa dan Kamis. Dimulai jam 8.00 pagi sampai jam 12.00 siang.

"Dengan mengikuti kegiatan ini, para disabilitas merasa senang karena bisa berkreasi dan bertemu teman-temannya. Mereka lebih percaya diri karena bisa berkarya," kata Reni.

Baca Juga: Mantap Sambut IBL, Bima Perkasa Target Juara di 2022

Selain itu, para disabilitas ini juga mempunyai penghasilan meskipun hanya sedikit. Menurut rencana, akan dibagikan pada bulan Desember 2021 mendatang agar hasilnya lebih banyak.

Camat Prambanan, Puspo Enggar Hastuti, mengapresiasi kegiatan positip yang diprakarsai Pemdes setempat. Diharapkan, dengan kegiatan ini bisa menginspirasi desa lainnya di Kecamatan Prambanan.

“Kalau disabilitas dan ODGJ di Kemudo bisa, pasti di desa lainnya juga bisa. Saya sendiri sudah memesan batik ciprat di sini dan berusaha untuk mempromosikan ke luar," jelas Puspa.

Baca Juga: Gabungan Mapala UNS Mengadakan Bersih Danau UNS dan Tabur 1.000 Benih Ikan

Salah seorang peserta, Novi Daniar (33 tahun) yang menyandang disabilitas di bagian kaki, mengaku awalnya hanya menjahit di rumah. Dengan mengikuti kegiatan di WPS ini, dirinya mengaku sangat senang karena bisa bertemu dan bercanda dengan kawan-kawan yang lain sesama nasib.

Di sini, Novi selain membatik, juga diberi tanggungjawab mencampur warna dengan takaran tertentu, agar dihasilkan warna yang diinginkan.

"Untuk membatiknya mudah, hanya diciprat-ciprat saja. Tapi saat mencampur obat pewarnaan (remasol) yang agak susah. Karena takarannya harus pas," kata Novi.

Baca Juga: Mantap! UGM Peringkat Satu Indonesia Universitas Terbaik Versi 4ICU

Peserta lainnya, Paulus Cahyo (30 tahun), sebelumnya sudah belajar membatik sibory dengan bahan kaos putih yang sudah jadi di Rumah Sakit Jiwa Wedi, Klaten.

Kini setelah berkumpul dengan teman-temannya dan berkreasi, Cahyo merasa lebih percaya diri dan tambah semangat.***

Author : Kinan Riyanto

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Excepturi doloribus unde molestias laborum delectus adipisci, eos repellat in debitis cum impedit numquam, architecto, facilis.