KUALA LUMPUR - Sebuah perusahaan asal negeri Jiran, Smart Glove Malaysia pada Sabtu 6 November 2021 menyatakan menentang kerja paksa dan berkomitmen terhadap kesejahteraan pekerjanya, setelah Amerika Serikat melarang impor dari produsen sarung tangan karet tersebut karena dugaan praktik kerja paksa.
Seperti dikutip Channelnewsasia, pada hari Kamis, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS mengeluarkan "Menahan Perintah Pelepasan" yang melarang impor dari Smart Glove dan kelompok perusahaannya, mengutip apa yang disebut CBP sebagai bukti yang masuk akal yang menunjukkan "fasilitas produksi Smart Glove menggunakan kerja paksa".
Smart Glove, yang membuat sarung tangan yang digunakan dalam industri medis dan makanan, menjadi perusahaan Malaysia kelima dalam 15 bulan yang ditampar dengan larangan semacam itu.
Baca Juga: Pembangunan IKN, Transisi Energi, dan Perdagangan, 3 Sektor Prioritas Kerja Sama Indonesia–PEA
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email, Smart Glove mengatakan telah menghubungi CBP untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang larangan tersebut dan akan berupaya menyelesaikan tindakan tersebut.
"Smart Glove menentang kerja paksa dan berkomitmen untuk semua kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja kami; dan kami tetap berdedikasi untuk kesejahteraan mereka," katanya.
Pabrik-pabrik Malaysia - yang membuat segala sesuatu mulai dari minyak kelapa sawit hingga sarung tangan medis dan komponen iPhone - mendapat sorotan tajam atas tuduhan pelecehan terhadap pekerja asing, yang merupakan bagian penting dari tenaga kerja manufaktur.
Baca Juga: Tersandung Masalah Kebocoran Data, Mark Zuckerberg Ganti Nama Facebook Inc Jadi Meta
Rekan-rekan Smart Glove juga menghadapi tindakan serupa di AS atas dugaan pelanggaran perburuhan.
Supermax Corp, yang dilarang bulan lalu, mengatakan akan mempercepat proses yang telah dimulai pada 2019 untuk memenuhi standar Organisasi Buruh Internasional tentang kesejahteraan pekerja.
Top Glove - pembuat sarung tangan lateks terbesar di dunia - dilarang oleh CBP Juli lalu. Larangan itu dicabut bulan lalu setelah perusahaan menyelesaikan masalah perburuhan. ***
Amerika Serikat melarang neheri Jiran Malaysia impor menyusul kabar adannya kerja paksa namun perusahaan Malaysia membantah keras
by Bramantyo