SUKOHARJOUPDATE - Sosoknya sederhana, ulet dan pekerja keras. Itulah Suwono (70 tahun), seorang petani tempo dulu yang tak kenal lelah. Jiwa petaninya sudah merasuk hingga ke tulang sungsum.
Sejak kecil seusia SD, Suwono mengaku sudah belajar menjadi petani. Waktu itu, ia pernah menanam kedelai hitam sebanyak 1 liter, saat panen bisa menghasilkan 9 liter.
Sejak saat itu, ia konsisten menekuni dunia pertanian seiring bertambahnya usia.
Pada tahun 1973 dirinya sudah serius di dunia pertanian dan tahun 1979 ia bergabung bersama Sang Hyang Sri untuk menimba ilmu.
Setelah ilmunya dirasa cukup untuk berdiri sendiri, ia memisahkan diri dari Sang Hyang Sri untuk menangkar benih padi tahun 2006. Tentu saja ia tidak berjalan sendiri, namun tetap didampingi Sang Hyang Sri sampai mendapat ijin resmi.
Suwono adalah contoh sosok petani kuno yang tidak mau berhenti belajar. Duta Petani Andalan yang ditetapkan oleh Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Klaten ini aktif di berbagai organisasi petani.
Baca Juga: Sidik Kasus Tewasnya Gilang Endi Mahasiswa UNS, Polisi Temukan Tanda Kekerasan Saat Otopsi
Suka duka sebagai penangkar benih padi sudah ia jalani. Ia mengaku banyak sukanya, karena ada pembimbingnya.
''Menjadi penangkar benih memang susah, tidak segampang yang dilihat orang. Kita harus teliti, karena bila ada campurannya sebiji saja, satu truk bisa dikembalikan semua,'' jelas Suwono saat ditemui di rumahnya baru-baru ini.
Perlakuan di sawahpun juga berbeda. Bila ada padi yang tinggi atau lebih pendek, harus dicabut. Padi harus tingginya sama, sejajar.
Baca Juga: Gaduh Soal Pernyataan Kemenag Hadiah Negara untuk NU, Wamenag Minta Pro Kontra Disudahi
Dan yang lebih penting, kadar airnya harus di bawah 10. Untuk mendapatkan kadar air sesuai kriteria, petani harus menjemur gabahnya sampai 5 kali.
Berbeda perlakuan gabah untuk konsumsi. Kadar airnya sekitar 15 sehingga hanya 2-3 kali dijemur sudah cukup.
Varietas yang dikembangkan bermacam-macam, ada benih Ir 64, Inpari 32, Inpari 42, Ipb3S, Hilirang, Ciherang, dan saat ini yang sedang naik daun Gilirang.
Baca Juga: Nonton Film The Mentors di Sukoharjo, Ganjar Ajak Masyarakat Tak Apriori Dengan Eks Napiter
''Nasi dari Gilirang ini rasanya pulen dan pekat seperti rojolele, banyak yang suka. Harganyapun lebih mahal yaitu Rp14.000 per kilogram, benih yang lain Rp10.000 per kilogram,'' kata Suwono.
Meski sudah beromset milyaran rupiah, namun Suwono mengaku hanya memiliki sawah 1 hektar. Ia menggarap sawah 4 hektar, yang lain sistem sewa.
Per satu musim tanam, ia bisa memasarkan benih padi sebanyak 40 - 50 ton. Pemasarannya ke wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur. Untuk pasar Jawa Tengah, diakui Suwono, sangat kempetitif daya saingnya.
Baca Juga: Ditinggal Orangtua Merantau, Dua Anak di Klaten Terlantar Kini Dititipkan Panti Asuhan
Dari kerja kerasnya, Suwono berhasil menyekolahkan 3 orang anak hingga ke jenjang kuliah.
Sampai saat ini, di usianya yang sudah tidak muda lagi, Suwono masih tetap energik dan gesit. Tak segan-segan ia membagi ilmunya kepada siapapun yang ingin belajar kepadanya.
''Selagi saya bisa, akan saya kasih tahu sesuai pengalaman saya pribadi,'' tambah Suwono yang pernah bekerja sebagai mekanik di pabrik gula Ceper waktu itu.
Baca Juga: Wow! PKK Bugisan Klaten Membuat Olahan Pepaya Muda Menjadi Permen dan Stik
Untuk melancarkan semua usahanya ini, ia dibantu 8 orang tenaga. Syarat yang harus dijalankan agar benihnya tetap unggul, setelah panen gabah dikeringkan hingga airnya di bawah 10, lalu disimpan 1-2 bulan, lalu uji lab ke Balai Benih Indonesia. Bila lolos uji, gabah benih baru dipasarkan.
Dari hasil penangkaran benih tersebut, Suwono mengaku bisa membeli tanah dan rumah di Tangerang dan Kalimantan. Di Tangerang dibuat kos- kosan.
Plt Ketua KTNA Kabupaten Klaten, Maryanto mengatakan Suwono memang gigih dalam pembenihan.
Baca Juga: 8 Tempat Wisata Air di Klaten Paling Populer, Umbul Brintik untuk Therapi Kesehatan
"Pak Suwono ini duta petani andalan karena memang punya andalan dan bisa diandalkan. Beliaunya merasa tak puas untuk selalu belajar dan belajar. Orangnya gigih dan tak pelit berbagi ilmu,'' kata Maryanto.
Maryanto yang juga selaku Ketua Forum Komunikasi Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (FKP4S) Propinsi Jawa Tengah, Suwono juga sering diajak serta untuk meningkatkan skill dan kapasitasnya sebagai petani andalan.
"Keikutsertaan Pak Suwono di FKP4S Jawa Tengah sudah teregistrasi di Permentan Nomor 33 Tahun 2010 yang menyatakan aktifitas beliau sebagai penangkar benih padi, sehingga kredibiltas beliau tidak perlu diragukan lagi,'' tambah Maryanto.
Baca Juga: Klaten PPKM Level 2, Anak-anak Sudah Boleh Masuk Tempat Wisata
Dirinya berharap, potret keuletan Suwono yang merintis penangkaran benih dari bawah, bisa dijadikan contoh untuk petani lain dan calon-calon petani muda lainnya.
Sebagai negara agraris, para kaum milenial atau generasi zilenial tak perlu ragu dan malu untuk terjun sebagai petani.
''Semua usaha kalau dikerjakan dengan sungguh-sungguh, hasilnya pasti akan memuaskan, termasuk menjadi petani,'' pungkas Maryanto.***
Sosoknya sederhana, ulet dan pekerja keras. Itulah Suwono (70 tahun), seorang petani tempo dulu yang tak kena
by Kinan Riyanto