Awalnya Bekerja di Hotel, Karena Pandemi Pria ini Beralih Jadi Petani

Petani milenial, Galih Andika Saputra (29 tahun) warga Desa Ngemplak, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Teng

by Kinan Riyanto

SUKOHARJOUPDATE - Galih Andika Saputra (29 tahun) warga Desa Ngemplak, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah, awalnya tidak menyangka kalau dirinya kelak akan menjadi seorang petani.

Sebab dulu, saat masih sekolah disuruh ke sawah membantu orangtuanya saja, dia tidak mau. Alasannya, di sawah panas dan takut hitam.

''Dulu alasannya takut hitam, saya tidak pernah mau membantu orangtua saya di sawah,'' kata Galih.

Baca Juga: Gabut, Pria asal Klaten ini Mampu Membuat Miniatur Motor Secara Otodidak, Begini Hasilnya

Anak pertama pasangan Sugiyo - siti Mastiyah ini, begitu lulus dari SMK Muhammadiyah 1 Klaten, langsung merantau ke Jakarta. Di sana ia bekerja di hotel berbintang 5 sebagai store man.

Di sela-sela bekerja, ia bisa mengatur waktu untuk mengambil kuliah di Unindra Jakarta mengambil jurusan Teknik Informatika. Ia lulus S1 tahun 2019.

Namun satu tahun kemudian, pandemi Covid melanda Indonesia dan membuyarkan harapannya untuk terus berkarir di dunia perhotelan.

Baca Juga: Bupati Klaten Lantik 136 Pejabat Baru Tinggi Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas

Galih harus pulang kampung karena pihak hotel merumahkan sebagian besar karyawannya, sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Ia mengaku sudah 7 tahun merantau.

Sesampai di rumah, Galih tidak ingin berlama-lama galau. Ia mengaku segera mencari peluang agar tidak terlalu lama menganggur.

Akhirnya Galih memutuskan untuk terjun menjadi petani bawang merah. Sebelumnya ia melakukan observasi dulu kepada beberapa petani bawang merah.

Baca Juga: Film 'KADET 1947' Rilis Teaser dan Poster Perdana, Siap Tayang di Bioskop

''Selain itu, saya juga belajar melalui YouTube tentang seluk beluk menanam bawang merah,'' kata Galih.

Awal bulan Mei 2021, dengan modal Rp15 juta, ia memanfaatkan sawah orangtuanya seluas 1600 meter persegi. Letak sawahnya masih di kawasan Desa Ngemplak.

Dua bulan kemudian, bawang merah berhasil panen, saat harga sedang bagus-bagusnya, yaitu Rp26.000 per kg dari petani.

Baca Juga: Sering Kena Bully, Ayu Ting Ting Justru Dikabarkan Segera Go Internasional

''Saat panen pertama kali, harga bawang merah sedang bagus-bagusnya. Saya bisa untung lumayan, karena terjual Rp45 juta,'' ujar Galih.

Dengan hasil yang lumayan bagus, Galih semakin mantap menjalani profesi barunya sebagai petani milenial. Ia juga menanam sayuran gambas, yang hasilnya juga lumayan.

Setiap pagi dan sore, Galih selalu ke sawah untuk menyirami tanaman bawang merah dan gambasnya. Untuk bawang merah, bila ada batangnya yang busuk, segera ia cabut.

Baca Juga: Kemenhub dan Jasa Raharja Terjun Langsung Percepat Vaksinasi di Ngemplak Boyolali

Namanya juga petani milenial, cara menjualnyapun ia memanfaatkan medsos atau menawarkan langsung kepada para penjual. Tidak menyerahkan dibeli oleh tengkulak, sehingga untungnya lumayan.

Galih mengaku, semua ia kerjakan sendiri. Dari proses menanam, merawat, dan memanen. Kadang-kadang keluarganya ikut membantu.

''Yang dikerjakan buruh hanya mencangkul tanah saja, karena saya tidak bisa,'' aku Galih.

Baca Juga: Keraton Solo Siapkan 15 Ribu Vaksin Bagi Abdi Dalem, Masyarakat Sekitar Serta Pelajar

Dirinya merasa tidak perlu malu untuk menjadi petani. Bahkan ia mengajak kepada para milenial lainnya, untuk beramai-ramai terjun menjadi seorang petani.

''Bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, menjadi petani itu ternyata hasilnya menggiurkan,'' katanya tertawa.***

 

Author : Kinan Riyanto

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Excepturi doloribus unde molestias laborum delectus adipisci, eos repellat in debitis cum impedit numquam, architecto, facilis.