SUKOHARJOUPDATE - Keberanian para nelayan yang berasal dari Kabupaten Kaur, Bengkulu, dalam mengarungi Samudra Hindia untuk mencari gurita patut diajungi jempol. Mereka menggunakan alat tangkap tradisional dan unik. Cara unik ini tergolong ekstrem. Bagaimana tidak?
Nelayan itu menantang maut untuk menggarungi perairan laut Kecamatan Nasal yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, dengan berbekal jerigen bekas minyak manis berukuran lima liter.
Cara ekstrem tersebut guna mencari biota laut yang memiliki nama latin Octopus Vulgaris ini. Siapa mereka? Nelayan Jerigen. Bergitulah masyarakat Kabupaten Kaur, menyebutnya.
Baca Juga: Cerita Nuria Tak Menduga Kala Pejabat Sekelas Menteri Makan Bersama Dirumahnya: Campur Haru
Nelayan tangguh itu dari pesisir pantai Desa Merpas, Kecamatan Nasal. Bambang Kurniawan, satu dari 23 nelayan jerigen di daerah tersebut. Dia tergabung dalam Kelompok Nelayan Jerigen Ujung Lancang.
Pria 40 tahun itu telah 5 tahun bergelut dengan ombak menggunakan jerigen untuk mencari biota laut dengan 8 lengan (bukan tentakel) itu. Dia mencari hewan dengan kaki yang terletak di kepala itu sejauh 500 meter dari bibir pantai.
Mulai dari pantai Khayangan, Pelabuhan Suto, pantai Laguna, pantai Merpas, Desa Merpas hingga Pantai Ujung Karang Batu Lungun, Desa Batu Lungun, Kecamatan Nasal, berjarak sepanjang 3 Kilometer (Km).
Baca Juga: Kisah Ambarwati Tetap Ikut Ujian PPPK di Karanganyar Usai 8,5 Jam Melahirkan Putra Pertama
Biota laut yang memiliki tiga mekanisme pertahanan diri, seperti kantong tinta, kamuflase dam memutuskan lengan ini dicari secara berkelompok mulai dari 3 hingga 8 nelayan.
"Kita mencari gurita secara berkelompok, dari tiga sampai delapan orang. Minimal berdua. Itu kita lakukan ketika air laut sedang surut, dan berjalan sejauh 500 meter dari tepi pantai menuju ke tengah laut," papar Sekretaris Kelompok Nelayan Jerigen Ujung Lancang, Bambang Kurniawan, saat ditemui, belum lama ini.
Mengapung di Atas Laut Sedalam 7 Hingga 15 Meter
Bergelut dengan ombak sudah menjadi bagian hidup dari Nelayan Jerigen di daerah tersebut. Oleh masyarakat setempat mereka juga dikenal sebagai nelayan pinggir. Untuk mendapat hasil tangkapan, nelayan itu bertaruh dengan nyawa.
Sebab mereka berenang di atas air laut sedalam 7 hingga 15 meter. Tidak hanya itu, ketika terjang ombak datang, mereka menyelam untuk memancing gurita dengan menggunakan alat tangkap tradisional.
Lebih dari itu. Nelayan jerigen musti bertahan hingga 2 jam di perairan laut Kecamatan Nasal. Dalam sehari, mereka bisa turun ke laut sebanyak dau kali. Pukul 09.01 wiB - pukul 11.01 WIB, dan pukul 14.01 WIB - pukul 16.01 WIB.
Baca Juga: Kapal Pengayoman IV Tenggelam di Perairan Nusakambangan, Sejumlah Lapas Sampaikan Duka Cita
Sebelum turun ke laut. Nelayan Pinggir ini melihat cuaca dan kondisi air laut di sepanjang perairan laut di daerah itu. Seperti, ketika air laut jernih dan gelombang air laut tidak tinggi.
Terkadang, dalam pencarian gurita mereka terkadang terkendala dengan air laut kurang jernih. Sehingga nelayan jerigen kesulitan mencari lokasi persembunyian hewan yang diketahui paling cerdas diantara semua hewan invertebrata.
Lokasi pencarian Gurita pun tidak sembarang tempat. Sebab. Biota laut dengan tubuh yang sangat fleksibel ini banyak ditemukan di daerah ujung karang yang masih memiliki banyak karang di daerah tersebut.
Baca Juga: Viral, Tidur di Warung Tenda Bersama 10 Anak, Pasutri Ini Bimbang Terima Bantuan Bupati Sukoharjo
Tidak sampai disitu. Untuk mendapatkan hewan laut yang bergerak dengan cara merangkak atau berenang ini, nelayan jerigen menggunakan alat tangkap tradisional, dengan umpan tipuan.
"Turun ke laut melihat cuaca. Kita mencari Gurita di atas air laut sedalam 7 hingga 15 meter. Gurita itu biasanya banyak ditemukan di daerah ujung karang," ujar pria 40 tahun itu.
Umpan Palsu Ala Nelayan Jerigen
Teknik mencari Gurita dari Nelayan Jerigen cukup sederhana. Mereka masih menggunakan peralatan tradisional dan memanfaatkan barang bekas. Seperti, kayu untuk pembuatan kaca mata, kaca bekas, jerigen, sendok serta lainnya.
Setiap nelayan telah dibekali peralatan dan perlengkapan. Mulai dari Jerigen bekas, tali senar 1000, umpan palsu atau tipuan, waring, teropong atau kaca mata renang yang dibuat sendiri, serta sepatu laut atau sepatu karet.
Untuk umpan tipuan gurita mereka menggunakan bahan dasar kayu dan timah. Umpan itu dibuat mirip udang dengan dilapisi cat minyak berwarna merah. Tidak hanya itu, dibagian umpan palsu menaruhkan sendok bekas untuk mengeluarkan bunyi.
Baca Juga: Dugaan Pencemaran Bengawan Solo, Dua Warga Sukoharjo Terancam Kurungan dan Denda Rp 3 Miliar
Tidak hanya itu. Di pinggir umpan palsu diberi kait atau mata pancing, sebanyak 11 kail. Umpan itu pun dibuat dua bagian, bagian ujung tali senar dan di bagian atas umpan ujung senar atau disebut anak umpan tipuan.
Cara itu bagi nelayan jerigen di daerah ini untuk mempermudah mendapatkan hewan Molusca dari kelas Cephalopoda ini.Umpan palsu tersebut diperkirakan dapat digunakan atau bertahan tidak kurang dari 6 bulan.
"Umpan palsu dari bahan kayu dan timah itu musti berat. Itu untuk melawan terjangan ombak bawah laut yang deras. Umpan palsu itu lebih berat lebih bagus," jelas Bambang.
Baca Juga: Kasus Covid di Papua Masih Tinggi, Puan Maharani Himbau Penyelenggara PON Lebih Waspada
Secara garis besar. Nelayan Jerigen telah mengetahui lokasi persembunyian gurita, di selapis ombak. Namun itu semua tidak cukup. Sebab, nelayan juga musti didukung dengan kondisi fisik yang kuat.
"Kita yang turun mencari Gurita musti memiliki kondisi fisik dan mental yang kuat," imbuh Bambang.
Sekali Turun ke Laut dapat 15 Hingga 20 Ekor Gurita
Setiap kali turun ke laut nelayan jerigen rerata mendapatkan tangkapan gurita tidak kurang dari 15 hingga 20 ekor atau setara 30 Kilogram (Kg). Baik berukuran besar maupun kecil.
Namun, jika mereka turun ke laut dari pukul 08.01 WIB hingga pukul 18.01 WIB, hasil tangkapan bisa mencapai 75 Kg. Di mana setiap hasil tangkapan mencapai 25 Kg mereka menepi terlebih dahulu, dan kembali ke laut.
"Jika cuaca lagi bagus, hasil memancing gurita bisa mencapai 75 Kg dalam sehari. Itu turunnya dari pagi sampai sore," jelas Bambang.
Baca Juga: Haul Kyai Imam Rozi Dan KH Abdul Mui’d Diperingati dengan Doa Bersama Untuk Bangsa
Nelayan Jerigen telah mengetahui musim gurita di daerah mereka. Di mana pada bulan Mei hingga Agustus, cuaca di laut tidak menentu atau sedang buruk. Memasuki bulan September, mulai memasuki musim Gurita.
Namun, pada bulan itu. Gurita di daerah perairan laut Kecamatan Nasal masih tergolong kecil. Terkadang, mereka memilih untuk tidak mencari gurita terlebih dahulu.
Pada bulan Februari dan Maret, Nelayan Jerigen sempat menemukan satu ekor Gurita seberat 3 Kg. Namun, Gurita terbesar yang sempat ditangkap nelayan di daerah tersebut 6,8 Kg.
Baca Juga: Polisi Diminta Lidik Proses Paspor Palsu Adelin Lis, Dimulai dari Pejabat Kemenkumham
"Gurita besar-besar dan banyak, biasanya pada bulan Januari hingga April," tambah Ketua Nelayan Jerigen, Ujung Lancang, Taslim Bukhari.
Saat ini harga Gurita sedang turun. Di mana di daerah ini per kilo dibanderol seharga Rp35 ribu hingga Rp40 ribu per kilo. Harga tertinggi Gurita sendiri sempat dirasakan nelayan hingga Rp60 ribu. Itu ketika sebelum wabah Covid-19.
"Per kilo nelayan menjual Gurita seharga Rp35 Ribu - Rp40 ribu. Saat ini harga Gurita di sini sedang tidak stabil,"tutup Bambang***
kisah keberanam pata nelayan di Kaur Bengkulu dalam mengarungi samudra hindia untuk mencari gurita walau memakai peralatan sederhana
by Bramantyo